Kategori : Berita
Komentar : 0 komentar
SERPONG (Inmas_Tangsel) – Sebagai salah satu instrumen ajaran Islam yang berbasis kesejahteraan, wakaf merupakan model dari sistem pengelolaan dan pengembangan ekonomi Islam yang menjunjung keadilan sosial. Untuk mewujudkan itu wakaf harus dikelola secara profesional.
Hal ini terungkap saat Diskusi Interaktif Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Kota Tangerang Selatan dengan tema “Wakaf Sosial Ekonomi Pilar Kesejahteraan Umat Islam” pada Senin, (26/03/2018) yang digelar di RM Kampung Anggrek, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan.
Dalam sambutannya Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany mengatakan, selama ini banyak terdapat kasus yang timbul terkait dengan wakaf sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan tentang wakaf. “Kasus-kasus ini tidak jarang berujung kepada sengketa,” katanya.
Menurut Airin, wakaf memiliki makna yang sangat baik dan mulia. Wakaf banyak terkait dengan pengalihan hak atas tanah atau bangunan untuk tujuan keagamaan, sosial dan pendidikan. Artinya, wakaf dilakukan dengan tujuan untuk kemaslahatan ummat. Akan sangat disayangkan jika di kemudian hari banyak terdapat masalah terkait dengan wakaf, sehinga tujuannya yang baik dan mulia menjadi tidak tercapai.
“Semoga Diskusi ini akan menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang wakaf, sehingga ke depan, tidak akan muncul lagi atau minimal akan berkurang munculnya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan wakaf,” ujarnya.
Sementara Ketua BWI Perwakilan Kota Tangsel, Muhammad Yamin Rumli menjelaskan, terbitnya Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan peraturan pemerintah nomor 42 thun 2006 tentang Pelaksanaannya merupakan bukti bahwa pemerintah menggarap wakaf secara serius.
“Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum,” ucapnya.
Pengelolaan wakaf ini, sambung Yamin, berhubungan dengan nazhir wakaf, yaitu orang atau badan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sesuai dengan wujud dan tujuan wakaf. Nazhir saat ini belum profesional sehingga wakaf belum dikelola optimal.
“Sebagian besar nazhir di Indonesia adalah nazhir perseorangan dibanding nazhir organisasi dan badan hukum,” terangnya.
Padahal, kata Yamin, posisi nazhir menempati peran sentral dalam mewujudkan tujuan dan memanfaatkan wakaf untuk kemaslahatan masyarakat. Untuk tugas nadzir berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya.
“Mayoritas dari nazhir yang ada saat ini lebih karena faktor kepercayaan masyarakat. Sementara pengelolaan wakaf secara profesional belum banyak dimiliki,” tegasnya.
Untuk mendorong nazhir wakaf yang profesional, Yamin mengharapkan dengan diskusi yang diikuti puluhan nazhir dari masjid serta yayasan ini dapat meningkatkan profesionalitasnya dalam mengelola wakaf.
“Siapapun dapat menjadi nazhir sepanjang bisa melakukan tindakan hukum. Tetapi, karena tugas nadzir menyangkut harta benda yang manfaatnya harus disampaikan pada pihak yang berhak menerimanya, jabatan nadzir harus diberikan kepada orang yang memang mampu menjalankan tugas itu,” tandasnya.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Ketua BWI Provinsi Banten, Syafuri, dan Bendahara BWI Perwakilan Kota Tangsel, Raden Yudistira, yang menjadi narasumber pada diskusi tersebut. Sementara dari Kemenag Tangsel dihadiri oleh H. Budi Haryawan, Usman Abdullah, H. Azharul Fuad, dan Juhdi. (#af_m)
Komentar Terbaru